CAKRAWAINFO.CO.ID, MAKASSAR — Puluhan massa dari Aliansi Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat (AMPERA) Sinjai menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar, untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana pertambangan di Kabupaten Sinjai.
Meski kegiatan pertambangan belum dimulai, proses perizinan yang sedang berjalan dinilai menjadi indikasi kuat bahwa eksploitasi akan segera dieksekusi.
Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat yang menilai proyek tersebut sebagai ancaman serius bagi lingkungan dan keberlangsungan hidup warga setempat.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Jenderal Lapangan AMPERA, Isyal Aprisal. Dalam orasinya, ia menegaskan bahwa pertambangan bukan solusi pembangunan, melainkan jalan menuju kerusakan ekologi dan konflik sosial.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, ini soal hidup rakyat. Tanah yang digali, air yang tercemar, dan ruang hidup yang dirusak — itu artinya rakyat dikorbankan demi kepentingan segelintir elit,” tegas Aprisal.
AMPERA mengajukan lima alasan utama penolakan tambang di Sinjai:
1. Mengancam ekosistem, termasuk hutan lindung, mata air, dan tanah produktif
2. Merusak ketahanan pangan dan ekonomi lokal petani serta nelayan
3. Berpotensi menimbulkan konflik sosial
4. Proses perizinan minim transparansi dan partisipasi publik
5. Sinjai seharusnya diarahkan sebagai wilayah konservasi dan pertanian berkelanjutan
Mereka juga menyampaikan lima tuntutan resmi, yakni:
Menghentikan seluruh proses perizinan tambang di Sinjai
Menolak penerbitan izin baru oleh Dinas ESDM dan DLH Sulsel
Mendesak DPRD Provinsi Sulsel menerbitkan rekomendasi penolakan tambang
Meminta dilaksanakannya RDP terbuka bersama masyarakat dan mahasiswa
Evaluasi ulang RTRW Kabupaten Sinjai yang membuka ruang legal eksploitasi
Aspirasi massa diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo, yang menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti tuntutan AMPERA melalui agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Kami menerima tuntutan dari AMPERA Sinjai dan akan segera menjadwalkan RDP untuk membahas persoalan tambang ini secara terbuka,” ujarnya di hadapan massa aksi.
AMPERA menegaskan bahwa perjuangan ini didasari oleh kerangka hukum yang sah, antara lain:
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Permen LHK No. 4 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Informasi Lingkungan Hidup
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak kehancuran. Jika tambang dipaksakan, negara telah menutup telinga terhadap suara rakyat,” pungkas Aprisal.
AMPERA Sinjai menyerukan solidaritas dari seluruh elemen masyarakat, aktivis lingkungan, dan media untuk menjaga masa depan Kabupaten Sinjai agar tetap hijau, adil, dan bebas dari dominasi industri ekstraktif. (*/)












