CAKRAWALAINFO.CO.ID, JENEPONTO – Polemik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, semakin memanas.
Salah satu pasangan calon (paslon) menolak pemungutan suara ulang (PSU), sementara pihak lain melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hardianto Haris, seorang Liaison Officer (LO) yang merasa dirugikan, melaporkan adanya dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM) di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), termasuk TPS 001 dan TPS 003 di Desa Bungeng.
Menurutnya, sejumlah pemilih luar diduga terdaftar dan mencoblos di TPS tersebut.
“Banyak pemilih luar yang terdaftar dan memilih di desa itu,” ujar Hardianto, Rabu (4/12/2024).
Hardianto mendesak agar PSU segera dilakukan di beberapa TPS, seperti TPS 001 Kelurahan Tolo Selatan dan TPS 005 Tolo Barat.
Namun, rekomendasi PSU dari Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Kelara tidak diindahkan oleh Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK) Kelara.
Panwascam Kelara telah mengeluarkan dua surat rekomendasi, yakni Nomor 011/HK.01.00/K.SN-22.10/12/2024 dan Nomor 012/HK.01.00/K.SN-07.05/12/2024.
Namun, PPK Kelara berdalih bahwa rekomendasi tersebut masuk dalam ranah tindak pidana sehingga tidak dapat dilaksanakan.
Hardianto menilai sikap PPK ini berpotensi mencederai demokrasi. Ia meminta Bawaslu Jeneponto lebih proaktif dan jeli dalam menangani laporan pelanggaran. “Diperlukan langkah verifikasi ketat untuk memastikan hanya pemilih sah yang memberikan suara,” tegasnya.
Dalam investigasi internalnya, Hardianto menemukan sejumlah kejanggalan pada pemilih Daftar Pemilih Khusus (DPK) di TPS 001 dan TPS 003.
Beberapa pemilih, seperti Rosdiana Ahmad dan Jumakka, terdaftar di luar wilayah Jeneponto, bahkan ada yang tidak terdaftar di manapun.
Sementara itu, aksi protes dari paslon yang menolak PSU digelar di depan Kantor Bawaslu Jeneponto. Mereka menilai PSU tidak diperlukan dan berpotensi menimbulkan polemik baru.
Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, mengakui bahwa Pilkada di Jeneponto masuk dalam kategori zona merah rawan konflik.
“Kami terus mengatensi daerah-daerah rawan, termasuk Jeneponto,” ujarnya.
Mardiana menambahkan bahwa setiap laporan akan diverifikasi secara mendalam. Proses pengumpulan bukti, termasuk data pemilih, memerlukan waktu agar dapat dipastikan kebenarannya.
Mengacu pada UU dan Peraturan KPU, PSU dapat dilakukan jika terbukti ada pelanggaran seperti pemilih menggunakan hak pilih lebih dari sekali atau pemilih tidak sah memberikan suara.
Namun, pelaksanaan PSU di Jeneponto masih menjadi perdebatan yang menimbulkan ketegangan politik lokal. (*/)